Home

Kamis, 17 November 2011

spherometer


SPHEROMETER

1.Asal usul
Spherometer merupakan alat untuk mengukur jejari kelengkungan suatu permukaan. Biasanya digunakan untuk mengukur kelengkungan lensa. Spherometer memiliki 4 kaki, dengan 3 kaki yang permanen dan satu kaki tengah yang dapat diubah-ubah ketinggiannya.
Ketelitian spherometer bias mencapai 0,01 mm.
Spherometer digunakan untuk mengukur tebal benda-benda yang tipis dan mengukur kelengkungan suatu permukaan spheris. Alat ini mempunyai dua macam skala, yaitu skala utama pada mistar M yang tegak dan skala nonius pada piringan P yang dapat berputar bersama sekrup putar S. Cara menentukan harga satu skala nonius sama dengan cara yang digunakan pada micrometer sekrup.

2.Cara kerja
Cara pemakaian spherometer adalah sebagai berikut:
Menentukan titik nol alat, yaitu spherometer diletakkan di tempat (alas) yang rata dan sekrup S diputar sampai ujung sekrup U menyentuh alas tersebut. Jika menggunakan alas dari kaca plan parallel, maka pada saat bayangan ujung sekrup berhimpit dengan ujung sekrup itu menandakan bahwa ujung sekrup sudah tepat menyinggung/ menyentuh alas jika tidak menggunakan kaca plan parallel, maka pada saat sekrup S diputar ternyata kaki spherometer K akan ikut berputar berarti ujung sekrup U sudah menyentuh alas
Sekrup S diputar sehingga jarak antara ujung sekrup dengan alas dapat ditempati oleh benda yang mau diukur tebal atau kelengkungannya.
Benda yang akan diukur tebal atau kelengkungannya diletakkan di antara alas dan ujung sekrup U.
Sekrup S diputar sampai ujung sekrup tepat menyentuh permukaan benda yang diukur.
Tebal atau kelengkungan benda dapat ditentukan dengan menghitung selisih penunjukan pada langkah 4 dan langkah 1.
Benda yang dapat diukur tebal atau kelengkungannya dengan spherometer adalah benda yang ukurannya lebih kecil dari jarak antara kaki-kaki spherometer. Spherometer yang masih baik digunakan adalah spherometer yang ujung-ujung piringannya tidak peot dan ujung sekrup U benar-benar runcing.

3.Contoh perhitungan
Misal mengukur Radius Lengkung, R
The (tetap) luar kaki spherometer yang menentukan jarak SM.
Ini hanyalah jari-jari lingkaran yang dibentuk oleh kaki. Untuk menemukan ini radius, mengukur jarak dari kaki pusat (bila coplanar dengan yang lain
kaki) ke salah satu kaki luar. Jarak ini ditampilkan dalam diagram skema
r = SM
BD Jarak ditentukan dari kejauhan bergerak kaki pusat.
Pertama menentukan posisi kaki sentral ketika coplanar dengan kaki luar dengan menggunakan flat disediakan. (Untuk spherometer baru, "goyang" teknik disarankan Kaki spherometer pusat adalah tekanan sensitif dan mekanis menggerakkan lengan tuas yang menimbulkan sepotong kawat.
Selanjutnya, temukan posisi kaki pusat di permukaan yang diukur. Perbedaan antara dua posisi ini adalah perubahan dari h kaki pusat yang sama dengan DB pada diagram perhitungan.
Persamaan kami sekarang berbunyi: R = r2/2h + h / 2

Rabu, 02 November 2011

tes acuan patokan

Tes Acuan Patokan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsep baru dalam pengukuran proses pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (learned-centered) adalah penilaian yang berpusat pada pebelajar (learner-centered assessment ). Definisi learner-centered assessment sejajar dengan definisi tradisional test acuan patokan, sebagai element inti dari pembelajaran yang didesain secara sistematis. Tipe test ini penting untuk mengevaluasi perkembangan pebelajar dan kualitas pembelajaran. Hasil dari tes acuan patokan memberikan indikasi instuktur seberapa baik pebelajar mampu mencapai setiap tujuan pembelajaran, dan mengindikasikan komponen mana dari pembelajaran yang bisa berjalan dengan baik, dan komponen mana yang perlu direvisi. Selain itu juga, tes acuan patokan memungkinkan pebelajar untuk merefleksikan diri dengan mengaplikasikan kriteria untuk menilai hasil kerja mereka sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berhubungan dengan hal tersebut di atas perlu dibahas bagaimana menyusun dan membangun aspek penilaian dalam pembelajaran yang mencakup semua jenis kegiatan yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik setelah menyelesaikan unit pembelajaran. Maka hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan tes acuan patokan?
2. Bagaimana cara menyusun dan mengembangkannya?

C. Tujuan dan manfaat
1. Tujuan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah untuk:
1. mengetahui tes acuan patokan.
2. mengetahui cara menyusun dan mengembangkannya
2. Manfaat
Pembahasan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmu dan pengetahuan kepada semua yang berkecimpung dalam dunia pendidikan, khususnya mahasiswa Teknologi Pendidikan dalam menyusun instrumen penilaian untuk mengetahui prestasi belajar siswa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tes Acuan Patokan
Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Model desain instruksional ini dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini merupakan model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.
Model pengembangan desain instruksional menurut Dick dan Carey:
1. Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)).
2. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis)
3. Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts).
4. Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives).
5. Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments).
6. Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy).
7. Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select Instructional Materials).
8. Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction).
9. Revisi Instruksional (Revise Instruction).
10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct Summative Evaluation).

Tes acuan patokan (penilaian) berfungsi untuk mengukur kemampuan pebelajar seperti yang diperkirakan tujuan. Perkembangan tes dibuat pada proses desain pengajaran setelah pelajaran dikembangkan. Alasan utamanya adalah bahwa item tersebut harus berkaitan dengan tujuan prestasi. Prestasi yang diperlukan dalam tujuan tersebut harus sesuai dengan prestasi yang diperlukan dalam item tes atau tugas prestasi. Sifat dari item tersebut akan diberikan kepada pebelajar dan berfungsi sebagai kunci terhadap pengembangan strategi pengajaran
B. Konsep Pengembangan
1. Pengembangan Berdasarkan Tes Acuan Patokan
Pengembangan butir-butir tes berdasarkan acuan patokan digunakan untuk mengukur sejauh mana siswa telah mencapai tujuan instruksional. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membandingkan penampilan siswa dalam pengujian dengan patokan yang telah ditentukan sebelumnya. Tes acuan patokan disebut juga tes acuan tujuan.
Bagi seorang perancang pembelajaran harus mengembangkan butir tes acuan patokan, karena hasil tes pengukuran tersebut berguna untuk: (a). mendiagnosis dan menempatkan dalam kurikulum; (b). Men-checking hasil belajar dan kesalahan pengertian sehingga dapat diberikan pembelajaran remedial sebelum pembelajaran dilanjutkan; (c). menjadi dokumen kemajuan belajar.
Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, Dick and Carrey (1985) merekomendasikan empat macam tes acuan patokan, yaitu:
a. Entry behavior test
Tes ini diberikan kepada pebelajar sebelum memulai pembelajaran. Tes ini berguna untuk mengukur keterampilan syarat atau keterampilan yang harus sudah dikuasai sebelum pembelajaran dimulai. Keterampilan syarat akan muncul di bawah garis entry behavior.

b. Pre-test
Tes ini dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui apakah pebelajar sudah menguasai beberapa atau semua keterampilan yang akan diajarkan. Tujuannya adalah untuk efisiensi. Jika semua keterampilan sudah dikuasai maka tidak perlu ada pembelajaran. Namun jika hanya sebagian materi yang sudah dikuasai maka data tes ini memungkinkan desainer untuk lebih efisien. Mungkin hanya review atau pengingat yang dibutuhkan. Bila program tersebut merupakan sesuatu yang baru, maka tes inipun dapat ditiadakan. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan.
Biasanya pretest dan entry behavior test dijadikan satu. Hasil dari tes entry behavior dapat digunakan desainer untuk mengetahui apakah pebelajar siap memulai pembelajaran, sedangkan dari hasil pretest, desainer dapat memutuskan apakah pembelajaran akan
menjadi terlalu mudah untuk pebelajar.

c. Practice test
Tes ini diberikan selama siswa sedang dalam proses belajar (Uno, 2007: 28, tes tersebut tes sisipan). Tes ini berfungsi untuk melihat apakah siswa memang telah dapat menangkap apa yang sedang dibicarakan dan juga untuk membuat pebelajar lebih aktif berpartisipasi selama pembelajaran. Tes ini memungkinkan pebelajar untuk menampilkan pengetahuan dan keterampilan baru dan untuk refleksi diri sampai level berapa keterampilan dan pengetahuan mereka. Tes ini berisi keterampilan yang lebih sedikit dan lebih fokus pada materi per pertemuan daripada per unit. Hasil tes ini digunakan instruktur untuk memberikan feedback dan untuk memonitor pembelajaran.

d. Post-test
Tes ini paralel dengan pre-test. Sama dengan pre-test, post-test mengukur tujuan pembelajaran. Post-test harus menilai semua objektif dan terutama fokus pada objektif terakhir. Namun jika waktu tidak memungkinkan, maka hanya tujuan akhir dan keterampilan penting saja yang diujikan.
Post-test mungkin digunakan untuk menilai performa pebelajar dan untuk memberi kredit karena telah menyelesaikan program. Tujuan yang terutama dari tes ini adalah agar desainer dapat mengidentifikasi area pembelajaran yang tidak bisa dilakukan dengan baik. Jika pebelajar gagal dalam tes, desainer harus dapat mengidentifikasi dalam proses pembelajaran yang mana tidak dimengerti oleh siswa. Tes ini merupakan tes acuan patokan yang mencakup pengukuran semua tujuan intruksional khusus yang ada terutama tujuan intruksional yang bersifat terminal. Dengan tes ini dapat diketahui bagian-bagian mana diantara pembelajaran yang belum dicapai.

2. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian.Verbal information biasanya di tes dengan objektif tes. Tes bentuk obektif meliputi format seperti jawaban singkat, jawaban alternatif, mencocokkan, dan pilihan ganda. Objektif untuk intelektual skill lebih kompleks dan biasanya menggunakan model objektif, kreasi produk atau pertunjukan langsung. Penilaian untuk ranah afektif juga kompleks. Biasanya tidak ada cara langsung untuk mengukur tingkah laku seseorang. Penilaian di ranah ini biasanya dilakukan dengan observasi. Penilaian ranah psikomotor biasanya dilakukan dengan mendemonstrasikan tugas. Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.

3. Menentukan Level Penguasaan
Peneliti yang meneliti sistem penguasaan pelajaran menyarankan bahwa penguasaan equivalent dengan level keberhasilan yang diharapkan dari pebelajar yang terbaik. Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma. Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik. Jika desainer ingin memastikan bahwa pebelajar benar-benar mengerti keterampilan sebelum mereka melanjutkan tahap pembelajaran selanjutnya, maka kemungkinan-kemungkinan harus disediakan untuk menampilkan keterampilan sehingga hampir tidak mungkin keberhasilan menjadi hasil utama. Jika menggunakan soal pilihan ganda sangat mudah untuk menghitung probabilitas kesempatan keberhasilan. Dengan tipe soal yang lain, lebih sulit dilakukan penghitungan tapi lebih mudah untuk meyakinkan orang lain bahwa keberhasilan bukan sekedar kesempatan saja

4. Menulis Item Tes
Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu:
a. Berpusat pada Tujuan (Goal-Centered Criteria)
Soal tes dan penugasan harus sesuai dengan tujuan utama pembelajaran. Soal dan penugasan harus sesuai dengan perilaku termasuk konsep dan action. Untuk menyesuaikan jawaban soal tes dengan perilaku yang diharapkan dalam tujuan, desainer harus mempertimbangkan tugas belajar atau kata kerja yang ditunjukkan dalam tujuan. Butir soal harus mengukur perilaku yang sesungguhnya yang dideskripsikan dalam tujuan.

b. Berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria)
Tes item dan penilaian tugas harus disesuaikan dengan kharakteristik dan kebutuhan siswa, meliputi kosa kata, bahasa, tingkat kompleksitas tugas, motivasi siswa, dan tingkat ketertarikan siswa, pengalaman siswa, dan latar belakang siswa serta kebutuhan khusus siswa.

c. Berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria)
Dalam membuat tes item dan penilaian tugas, desainer harus mempertimbangkan seting kinerja dan juga lingkungan belajar atau lingkungan kelas. Tes item dan tugas harus realistis atau relevan dengan seting kinerja. Kriteria ini membantu untuk memastikan transfer pengetahuan dan skill dari belajar ke dalam lingkungan kinerja.

d. Berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria)
Siswa akan merasa cemas selama assessment, penyusunan tes item dan penilaian tugas yang baik dapat menghilangkan rasa cemas siswa. Cetakan tes yang berkualitas meliputi kebahasaan baik, pengucapan dan tanda baca tepat dan tulisan jelas, petunjuk jelas, sumber materi dan pertanyaan jelas. Kriteria ini membantu siswa untuk melakukan dengan tenang.
5. Setting Penguasaan Kriteria
Terdapat beberapa saran yang dapat membantu anda dalam menentukan berapa banyak tes item pilihan yang diperlukan. Jika tes item memerlukan sebuah format respon yang memungkinkan siswa dapat menebak jawaban dengan benar anda dapat memasukkan beberapa tes item paralel untuk tujuan yang sama jika kemungkinan menebak jawaban yang benar kecil kemungkinan, anda dapat memutuskan satu atau dua item untuk menentukan kemampuan siswa

6. Jenis-jenis Item
Pertanyaan penting lainnya adalah jenis tes item atau penilaian tugas apa yang paling baik dalam menilai kinerja siswa? Perilaku tertentu dalam objektif memberikan point-point penting terhadap jenis item atau tugas yang dapat digunakan untuk menguji perilaku.
Contoh: jika point penting yang ditanyakan kepada siswa adalah mengingat fakta, maka tanyakan kepada siswa tersebut dengan jawaban siswa yang menyatakan fakta-fakta daripada memberikan pertanyaan yang meminta reaksi siswa seperti pada pertanyaan pilihan ganda. gunakan objektif sebagai guide, dalam menyeleksi jenis tes item yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mendemonstrasikan kinerja tertentu yang terdapat dalam objektif. Setiap jenis test items mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk meyeleksi jenis tes items yang baik dari beberapa format test item yang ada, pertimbangkan beberapa faktor seperti faktor waktu yang diperlukan oleh siswa dalam memberikan respon, waktu penilaian yang diperlukan untuk menganalisis dan memutuskan jawaban, suasana ujian, dan kemungkinan dalam menebak jawaban yang benar.

7. Menulis Petunjuk
Test harus terdapat petunjuk yang jelas, singkat. Permulaan tes biasanya menyebabkan kecemasan pada siswa yang akan dinilai. Oleh karena itu tes seharusnya mengurangi keraguan pada pikiran siswa mengenai apa yang akan mereka kerjakan dalam menyelesaikan test.
Dibawah ini informasi petunjuk test yang biasanya ditemukan dalam test :
a. Judul test seharusnya memberikan kesan kepada siswa mengenai content atau isi daripada kata-kata sederhana seperti Pretest atau Test I
b. Pernyataan singkat yang menerangkan objective atau performance yang diujikan.
c. Siswa diberitahu untuk menebak jawaban jika mereka tidak yakin dengan jawaban yang benar.
d. Petunjuk khusus seharusnya diucapkan dengan benar.
e. Siswa diberitahu agar menulis nama mereka atau identitas mereka.
f. Siswa seharusnya diberitahu mengenai penggunaan perlengkapan khusus dalam menyelesaikan test seperti penggunan pensil, lembar jawaban mesin, teks-teks tertentu atau perlengkapan khusus lainnya.

8. Mengevaluasi Tes dan Item Tes
Arah dan uji test item untuk tes objektif harus diujicobakan terlebih dulu sebelum digunakan untuk evaluasi formatif. Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes , perancang harus memastikan hal-hal berikut:
arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti;
masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus;
kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis;
metode respon jelas bagi peserta didik; dan
ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia .

Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.



BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Tes acuan patokan adalah salah satu dari model pengembangan desain instruksional Dick and Carey. Merupakan model prosedural, penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan. Tes acuan patokan berada pada urutan kelima dari model pengembangan Dick and Carey.
Konsep Pengembangan
1. Empat macam tes acuan patokan, yaitu:
a. Entry behavior test
b. Pre-test
c. Practice test
d. Post-test
2. Mendesain Tes
Pertimbangan pertama adalah menyesuaikan bidang pelajaran dengan item atau tipe tugas penilaian. Untuk melihat apakah setiap langkah telah dilakukan dengan baik oleh pebelajar, guru membuat check-list atau rating-scale.
3. Menentukan Level Penguasaan
Metode untuk menentukan level penguasaan menggunakan acuan norma. Pendekatan yang kedua, bisa digunakan cara statistik.
4. Menulis Item Tes
Ada empat kategori tes yang berkualitas, yaitu: 1) berpusat pada tujuan (Goal Centered Criteria); 2) berpusat pada pebelajar (Learner-Centered Criteria); 3) berpusat pada kontek (Context-Centered Criteria); 4) berpusat pada penilaian (Assessment-Centered Criteria)
5. Setting Penguasaan Kriteria
6. Jenis-jenis Item
7. Menulis Petunjuk
8. Mengevaluasi Tes dan Item Tes
Agar tidak terjadi kesalahan pada instrumen tes, perancang harus memastikan hal-hal berikut: 1) arah tes jelas, sederhana, dan mudah diikuti; 2) masing-masing item tes jelas dan menyampaikan kepada peserta didik yang dimaksud dipembentukan atau stimulus; 3) kondisi-kondisi dimana dibuat tanggapan yang realistis; 4) metode respon jelas bagi peserta didik; dan 5) ruang yang tepat, waktu, dan peralatan yang tersedia .
Tes item yang tidak terjawab oleh sebagian besar pelajar harus dianalisis, direvisi, atau bahkan diganti sebelum tes diberikan lagi. Ketika membangun item tes, dan tes pada umumnya, perancang harus diingat bahwa tes mengukur kecukupan: (l) pengujian itu sendiri; (2) bentuk tanggapan; (3) bahan-bahan pengajaran; (4) lingkungan pengajaran dan situasi, dan (5) pencapaian pelajar.

B. Saran
Kami menyadari makalah ini tidak sempurna, untuk memenuhi kebutuhan wawasan rekan-rekan semua disarankan untuk melengkapi dengan referensi lain.